Artikel Budaya


  • Mengenal Seni Tenun Ikat Kabupaten Sikka

    Salah satu aspek kebudayaan Sikka yang menonjol adalah seni tenun ikat. Bagi para penenun/seniwati Sikka, seni tenun adalah sebuah faktor pengembang daya kreasi mereka. Seperti umumnya wilayah-wilayah di Pulau Flores, seni tenun Sikka memiliki berbagai motif dan ragam hias geometris. Disamping sebagai sebuah seni, Motif dan ragam hias geometris pada tenunan ikat memiliki nilai religio magi yang didasarkan pada pola pikir dan tatakepercayaan serta tata kebiasaan nenek moyang sehingga memiliki kekuatan suci dan sakti dengan dasar spiritual yang kuat (P. Sareng Orin Bao (Pater Piet Petu, SVD)Dalam Buku “Seni Tenun Suatu Segi Kebudayaan Orang Flores”).Dengan keyakinan bahwa tenunan ikat adalah kegiatan religius melalui pemilihan motif dan ragam hias, maka tenunan ikat diyakini memiliki daya sakti luar biasa walaupun tidak masuk akal.

    Motif yang ditonjolkan dalam tenunan pada dasarnya adalah lukisan-lukisan yang serupa dengan bentuk benda yang dilukiskan, yaitu manusia, binatang, dan tumbuhan yang memiliki nilai religio magi. Sedangkan ragam rias geometris adalah unsur baru yang memperkaya motif tenunan, yang merupakan unsur dekoratif yang menonjolkan segi estetis untuk memperindah tenunan. Ragam geometris yang dipadukan dengan motif tenunan biasanya berupa bentuk kotak-kotak, gambar matahari atau bintang.

    Untuk memperkukuh tanggapan sekitar aspek religio-magi dalam seni tenun, dikemukakan lagi pendapat ilmiah dari Drs. Mahjunir sebagai berikut: Semakin jauh kita menalaah sejarah kebudayaan umat manusia, semakin besar pula tingkat hidup mereka terbungkus oleh religio-magi berupa tanggapan-tanggapan bahwa setiap benda mempunyai kekuatan magi tertentu. (Drs. Mahjunir. Antropologi, 1967, hal 182). Dengan demikian jika menyebut alat-alat kebudayaan material seperti kain sarung, gong, kris, maka sebenarnya alat-alat itu adalah alat-alat religio-magi.

    Tenun ikat masyarakat Kabupaten Sikka merupakan tenunan asli yang bermutu tinggi dengan nilai spiritual yang tinggi. Kain tenunan (sarung) dalam masyarakat Sikka Krowe dikategorikan dalam 2 kelompok, yaitu utang, yang diperuntukan bagi kaum perempuan, dan lipa, untuk kaum pria. Umumnya tenunan ikat ini dikerjakan oleh kaum perempuan atau para seniwati yang memiliki keahlian yang tinggi yang diwarisi secara turun temurun. Secara tradisional tenunan ikat ini terbuat dari benang kapas pohon dengan melewati proses kerja yang panjang dan membutuhkan waktu yang lama. Proses pengerjaannya menggunakan berbagai jenis alat kerja tradisional sesuai dengan tahapan dan fungsinya. Alat kerja yang digunakan dalam pembuatan tenunan ikat ini adalah hasil kreasi seniman lokal yang memiliki unsur dan nilai artistik yang berkualitas dan menunjukan tingkat peradaban budaya leluhur yang tinggi. Setiap alat dan tahapan kerja selalu menggunakan istilah khusus  dalam bahasa Sikka.

    Secara filosofis kultural tenunan ikat sangat menyatu dengan masyarakat Sikka Krowe. Tidak mengherankan pada saat anak perempuan memasuki rumah tangga selalu ada pesan-pesan kultural dalam bentuk syair adat seperti ini:

    Au du’a ba’a gi’it meti lepo

    Du’a deri jata kapa, jata kiok manu koko,

    Du’a deri moru lorung, tuang rek wilo-walong,

    Moru beli la’ing meng,

    Lopa ‘utang biha kletang beta.

    terjemahan bebas artinya:

    Ibu memintal benang saat ayam berkokok

    Menenun sarung dengan alat tenun yang baik

    Untuk suami dan anak

    Semoga sarung tidak rabik

    Lampin tidak putus.( Syair adat tentang tanggung jawab seorang ibu dalam rumah tangga/keluarga)

    Berikut akan diuraikan tahapan dan cara kerja tenunan ikat Sikka beserta ragam motif sarung yang dominan di Kabupaten Sikka.

    1. Mengenal pohon kapas

    Pohon kapas sudah dikenal masyarakat dunia Sejak berabad-abad lalu. Sejakpohon kapas ditanam dan dipelihara oleh masyarakat Kabupaten Sikka dari dahulu kala daripadanya mulai dikerjakan benang tenun dan tenunan. Masyarakat Sikka Krowe mengenal pohon kapas dengan sebutan‘ai kapa dan biji kapas disebut kapa werang. Menanam biji kapas disebut nona kapa. Bila pohon kapas berbuah disebut kapa wuang. Saat buah kapas sudah tua dan kering disebut kapa du’ur. Memetik kapas disebut pupu kapa. Mengeluarkan putih kapas dari kulitnya disebut Huwe kapa.

    Masyarakat Kabupaten Sikka tidak mengerjakan kebun kapas secara khusus, kapas ditanam saja di antara tanaman ladang. Pohon kapas hanya menghasilkan selama satu musim, yaitu musim kemarau. Setelah kehabisan daya berbuah, maka pohon kapas akan kering lalu mati.

         B. Tahapan dan cara mengerjakan

    Tahap dan cara pengerjaan tenunan ikat adalah sebagai berikut :

    1. Namit kapa dan Ngeung kapa

    Namit kapa dan ngeung kapa adalah proses menggencet biji kapas atau mengeluarkan biji kapas. Namit kapa adalah proses mengeluarkan biji kapas dengan jari tangan. Sedangkan Ngeung kapa adalah menggencet atau mengeluarkan biji kapas menggunakan alat yang disebut Ngeung atau keho.

Statistik Web