Salah satu aspek kebudayaan Sikka yang menonjol adalah seni tenun ikat. Bagi para penenun / seniwati Sikka, seni tenun adalah sebuah faktor pengembang daya kreasi mereka. Seperti umumnya wilayah-wilayah di Pulau Flores, seni tenun Sikka memiliki berbagai motif dan ragam hias geometris. Disamping sebagai sebuah seni, Motif dan ragam hias geometris pada tenunan ikat memiliki nilai religio magi yang didasarkan pada pola pikir dan tatakepercayaan serta tata kebiasaan nenek moyang sehingga memiliki kekuatan suci dan sakti dengan dasar spiritual yang kuat ( P. Sareng Orin Bao ( Pater Piet Petu, SVD ) Dalam Buku “ Seni Tenun Suatu Segi Kebudayaan Orang Flores ” ). Dengan keyakinan bahwa tenunan ikat adalah kegiatan religius melalui pemilihan motif dan ragam hias, maka tenunan ikat diyakini memiliki daya sakti luar biasa walaupun tidak masuk akal.
Motif yang ditonjolkan dalam tenunan pada dasarnya adalah lukisan - lukisan yang serupa dengan bentuk benda yang dilukiskan, yaitu manusia, binatang, dan tumbuhan yang memiliki nilai religio magi. Sedangkan ragam rias geometris adalah unsur baru yang memperkaya motif tenunan, yang merupakan unsur dekoratif yang menonjolkan segi estetis untuk memperindah tenunan. Ragam geometris yang dipadukan dengan motif tenunan biasanya berupa bentuk kotak-kotak, gambar matahari atau bintang.
Untuk memperkukuh tanggapan sekitar aspek religio - magi dalam seni tenun, dikemukakan lagi pendapat ilmiah dari Drs. Mahjunir sebagai berikut :
Semakin jauh kita menalaah sejarah kebudayaan umat manusia, semakin besar pula tingkat hidup mereka terbungkus oleh religio-magi berupa tanggapan-tanggapan bahwa setiap benda mempunyai kekuatan magi tertentu. ( Drs. Mahjunir. Antropologi, 1967, hal 182 ). Dengan demikian jika menyebut alat-alat kebudayaan material seperti kain sarung, gong, kris, maka sebenarnya alat-alat itu adalah alat - alat religio - magi.
Tenun ikat masyarakat Kabupaten Sikka merupakan tenunan asli yang bermutu tinggi dengan nilai spiritual yang tinggi. Kain tenunan ( sarung ) dalam masyarakat Sikka Krowe dikategorikan dalam 2 kelompok, yaitu utang, yang diperuntukan bagi kaum perempuan, dan lipa, untuk kaum pria. Umumnya tenunan ikat ini dikerjakan oleh kaum perempuan atau para seniwati yang memiliki keahlian yang tinggi yang diwarisi secara turun temurun. Secara tradisional tenunan ikat ini terbuat dari benang kapas pohon dengan melewati proses kerja yang panjang dan membutuhkan waktu yang lama. Proses pengerjaannya menggunakan berbagai jenis alat kerja tradisional sesuai dengan tahapan dan fungsinya. Alat kerja yang digunakan dalam pembuatan tenunan ikat ini adalah hasil kreasi seniman lokal yang memiliki unsur dan nilai artistik yang berkualitas dan menunjukan tingkat peradaban budaya leluhur yang tinggi. Setiap alat dan tahapan kerja selalu menggunakan istilah khusus dalam bahasa Sikka.
Secara filosofis kultural tenunan ikat sangat menyatu dengan masyarakat Sikka Krowe. Tidak mengherankan pada saat anak perempuan memasuki rumah tangga selalu ada pesan-pesan kultural dalam bentuk syair adat seperti ini :
Au du’a ba’a gi’it meti lepo
Du’a deri jata kapa, jata kiok manu koko,
Du’a deri moru lorung, tuang rek wilo-walong,
Moru beli la’ing meng,
Lopa ‘utang biha kletang beta.
terjemahan bebas artinya :
Ibu memintal benang saat ayam berkokok
Menenun sarung dengan alat tenun yang baik
Untuk suami dan anak
Semoga sarung tidak rabik
Lampin tidak putus.
( Syair adat tentang tanggung jawab seorang ibu dalam rumah tangga / keluarga )
Berikut akan diuraikan tahapan dan cara kerja tenunan ikat Sikka beserta ragam motif sarung yang dominan di Kabupaten Sikka.
A. Mengenal pohon kapas
Pohon kapas sudah dikenal masyarakat dunia Sejak berabad-abad lalu. Sejakpohon kapas ditanam dan dipelihara oleh masyarakat Kabupaten Sikka dari dahulu kala daripadanya mulai dikerjakan benang tenun dan tenunan. Masyarakat Sikka Krowe mengenal pohon kapas dengan sebutan‘ai kapa dan biji kapas disebut kapa werang. Menanam biji kapas disebut nona kapa. Bila pohon kapas berbuah disebut kapa wuang. Saat buah kapas sudah tua dan kering disebut kapa du’ur. Memetik kapas disebut pupu kapa. Mengeluarkan putih kapas dari kulitnya disebut Huwe kapa.
Masyarakat Kabupaten Sikka tidak mengerjakan kebun kapas secara khusus, kapas ditanam saja di antara tanaman ladang. Pohon kapas hanya menghasilkan selama satu musim, yaitu musim kemarau. Setelah kehabisan daya berbuah, maka pohon kapas akan kering lalu mati.
B. Tahapan dan cara mengerjakan
Tahap dan cara pengerjaan tenunan ikat adalah sebagai berikut :
1. Namit Kapa dan Ngeung Kapa
Namit kapa dan ngeung kapa adalah proses menggencet biji kapas atau mengeluarkan biji kapas. Namit kapa adalah proses mengeluarkan biji kapas dengan jari tangan. Sedangkan Ngeung kapa adalah menggencet atau mengeluarkan biji kapas menggunakan alat yang disebut Ngeung atau keho.
Ket Foto 1. Namit Kapa dan Ngeung Kapa
2. Wera Kapa / Tutu Kapa
Memukul - mukul dan membolak - balikan kapas agar kapas menjadi lembek sehingga mudah dibersihkan dari kotoran. Cara kerja ini dilakukan secara gotong - royong oleh wanita-wanita. Wera kapa dilakukan di tikar yang dialasi dengan daun pisang kering agar tikar tidak kena tanah dan kotor.
3. Po’ok Kapa
Yaitu memotong dan membagi-bagi kapas yang bersih dalam onggok besar dan kecil.
4. Lepet Kapa
Melipat kapas yang bersih dalam bentuk persegi empat.
5. Ogor Kapa
Membuat gulungan-gulungan kapas yang berukuran sebesar ibu jari orang dewasa. Panjang gulungan antara 10 -12 cm. Gulungan - gulungan ini digunakan saat memintal benang.
Ket Foto 5. Ogor Kapa
6. Jata Kapa
Jata kapa adalah proses memintal benang kapas dengan menggunakan alat kerja yang disebut jata. Pekerjaan memintal dilakukan para seniwati dengan keterampilan dan dedikasi yang tinggi. Keahlian dan dedikasi mereka ini disanjung dengan ungkapan syair indah sebagai berikut :
Du’a ata nulung
Jata kiok manu koko
Tawang du’a baimuring
Hogor matang kokong bowo
artinya :
Hebatnya wanita zaman dulu
Menggiatkan jantra kala ayam berkokok
Menyesalkan wanita zaman kini
Bangun tidur mata membengkak
Syair ini tidak saja memuji dedikasi kerja kaum wanita zaman dulu, tapi juga mencela sikap acuh tak acuh dari wanita zaman sekarang dalam kerja memintal benang, sertalebih bermental rekreasional dan santai.
7. Plihur Kapa / Wolot Kapa
Yaitu memutar-mutar benang kapas hasil memintal dalam bentuk gelendong atau wolot. Alat yang digunanakan disebut ‘ai wolot.
8. Go’ang Perung
Adalah proses merentangkan benang secara teratur pada alat perentang yang disebut daong. Pekerjaan go’ang dilakukan oleh dua orang ibu dengan saling memberi dan menerima benang gelendong (wolot). Pekerjaan ini diteruskan sampai selesai untuk dimulai proses ikat.
9. Pete Perung
Ialah menata motif dan ragam hias geometris pada benang yang direntangkan dengan cara mengikat berdasarkan jenis motif yang dipilih. Bahan ikat yang digunakan adalah tebuk atau daun gewang yang sudah tua dan kering. Pilihan tebuk sebagai bahan ikat karena daun ini jenis bahan yang kuat dan awet saat terkena air sehingga tidak merembes pada saat pewarnaan. Ketrampilan mengikat dilakukan oleh ibu - ibu dengan tingkat keahliaan yang tinggi serta daya ketelitian dan konsentrasi yang hebat, karena dari ikatan ini akan melahirkan bentuk, serta motif dan ragam geometris sarung yang indah dan berkualitas setelah tenun.
10. Koja Gelo
Adalah proses pewarnaan benang dengan cara mencelupkan benang dalam adukan minyak kenari dan minyak kemiri agar benang tetap awet. Pada tahap koja gelo warna benang akan menjadi putih pucat. Setelah dikeringkan benang ini akan disimpan lama dalam tempat khusus dianyam dari daun lontar yang disebut sodu hora.
11. Hewor Bur Loba
Adalah proses pewarnaan lanjutan dimana benang akan dicelupkan pada larutan akar mengkudu yang dicampur dengan kuning loba, semacam tepung dari jenis semak berwarna kuning keras dan melarut. Proses pewarnaan dengan larutan mengkudu akan menghasilkan benang yang berwarna alamiah merah mengkudu.
12. Ebor Tarung
Adalah proses pewarnaan menggunakan larutan nila dengan cara benang dicelupkan atau direndam dalam periuk tanah yang sudah diisi dengan daun dan ranting muda nila secukupnya. Proses ini akan menghasilkan benang berwarna hijau atau da’ang linok, jika dicelupkan pada larutan sari biru nila.Untuk menghasilkan warna hitamdigunakan zat nila hitam.
13. La’a Waler dan Wiha Perung
Adalah membuka ikatan (la’a waler) dan menguraikan benang (wiha perung) yang sudah diproses pewarnaannya. Pada tahap ini akan sangat kelihatan warna-warni benang dengan motif dan ragam hias geometrisnya.
14. Sipe Perung
Selanjutnya sipe perung, yaitu benang yang sudah dibuka dan diurai dipasang pada daong widong atau bingkai perentang, lalu diklem dengan rautan bambu untuk menjaga bentuk asli dari motif dan ragam hias geometris.
15. Gahi Ara / Gahi Mage
Adalah campuran nasi dan lumatan asam yang dimasak agak lengket yang dioles pada benang sesudah diklem atau sipe agar benang tetap tegang dan kuat.
16. Loru Utang
Loru utang adalah proses menenun untuk menghasilkan sebuah tenunan ikat atau sarung. Tahapan menenun dilakukan secara profesional oleh para penenun dengan tingkat konsentrasi dan penuh hati-hati. Proses menenun dilakukan dengan seperangkat alat kerja tradisional yang komplit, terdiri dari ‘ai lorung, pine, pati, ekur, boleng, dan legung.
C. Jenis sarung / tenunan ikat Kabupaten Sikka
1. Utang Moko
Yaitu tenunan ikat yang memiliki warna dominan hitam nila, dan ditata dengan beberapa jenis ragam rias geometris.
2. Utang Atabiang
Adalah jenis sarung ikat dengan selang-seling motifskematis manusia laki-laki dan perempuan sebagai lambang suami istri dan lambang kesuburan.
3. Utang Jarang Atabiang
Jenis sarung hitam nila dengan motif kuda dan manusia, dimana manusia mengendarai atau berdiri di samping kuda hendak menunggang. Penataan ini sejalan dengan kepercayaan nenek moyang, dimana kuda dianggap sebagai kendaraan yang menjemput arwah-arwah untuk membawanya ke alam baka.
4. Utang Korasang Manuwalu
Adalah sarung yang bermotifkan jantung atau hati dan 8 ayam.Kata korasang adalah sebuah kosa kata Portugis, dari kata coracao, yang artinya jantung atau hati yang melambangkan cinta. Pada motif ini ditampilkan dua pasang ayam jantan dan betina tatap muka bertemu kaki, dimana tiap ayam dewasa mencotok sesuatu untuk memberi makan kepada anak ayam belum dewasa. Disamping itu ada dua anak ayam remaja berada dibelakang ayam dewasa jantan dan betina, pertanda akan meninggalkan induk tanda dewasa. Lukisan ini mempunyai nilai pedagogis, dimana ditampilkan dedikasi yang besar orang tua bagi anak-anak dalam pengawasan dan perlindungan. Sedangkan bagi anak yang dewasa dibutuhkan sikap bijak dan lunak.
5. Utang Lea Manu Kesik
Adalah sarung bermotif ayam kecil. Motif - motif menggambarkan pasangan ayam, satu membuahi yang lain. Sarung ini melambangkan kesuburan.
6. Utang Manu Dading
Sarung dengan motif ayam sambung-menyambung. Pola ini dibentuk dari pasangan 12 ayam. Dilukiskan empat pasangan 8 ayam di mana ayam jantan mengulur paru mencotoki yang betina, sedangkan ayam betina membelakangi. Lukisan ini melambangkan prinsip hidup suami istri.
7. Utang Korasang Doberadu
Adalah jenis sarung dengan pengaruh portugis. Istilah korasang berasal dari kosa kata Portugis, coracao, yang artinya jantung atau hati, sedangkan doberadu yang juga istilah Portugis, yang artinya terpecah atau berlipat-lipat. Pada motif ini terdapat 8 ekor ayam temu kaki dan hadap muka, memandang ke satu benda berbentuk bela ketupat kecil. Motif ini mengandung pesan positif dan negatif dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri. Apabila suami istri saling hidup teratur, mencintai dan menghargai maka akan mendatangkan kesuburan dan kebahagiaan. Jika sebaliknya maka akan mendatangkan perpecahan.
8. Utang Kelang Agi Pelikanu
Adalah jenis sarung hitam nila dengan motif lukisan pohon dan burung. Nama burung agi atau manu agi merupakan jenis burung khas Sikka Krowe yang dianggap angker, sedangkan pelikanu adalah pengaruh Portugis,Pelicano, yaitu jenis burung suci pelambang Kristus dan khas kristiani. Lukisan ini menampilkan suatu inkulturasi Kristiani. Dalam lukisan simbolik kristen, pelikan ditampilkan sementara menyuapi anak-anaknya yang kelaparan. Jadi pelikanu melambangkan cinta kasih ilahi Kristus yang berkorban bagi manusia.Pada dasarnya motif figuratif malaekat, burung disebut kelang surat atau kelang suster, merupakan ciri inkulturasi kristen hasil pekerjaan tangan seniwati tamatan susteran Lela.
9. Utang Sese We’or
Yaitu sarung bermotif burung murai, berwarna hitam nila. Motif-motif burung dilukiskan berpasang, dan sili berganti jantan betina berhadap muka. Motif ini melukiskan tata kehidupan yang rukun dan produktif bagi laki-laki dan perempuan atau suami istri.
10. Utang Bola
Adalah nama sarung ikat seniwati Bola. Sarung ini kategori sarung hitam nila. Pola sarung terdiri dari ragam rias geometri bela ketupat bersisi 6 dalam satu persegi empat.
11. Utang rempe Sikka
Rempe Sikka merupakan jenis sarung paling bermutu yang dikerjakan dengan dedikasi besar oleh seniwati dan dihiasi mewah. Sarung ini menggunakan penataan warna merah mengkudu. Sarung rempe Sikka terdiri dari beberapa jenis, yaitu Rempe Sikka kelang medeng, yang menggunakan motif sulur tumbuhan dengan lingkaran yang dibina oleh empat diagonal yang tidak kena- mengena. Kata medeng adalah sebutan dari kata Jawa medem, yang artinya kuntum yang hampir merekah.
Utang naga lalang, yaitu sarung dengan ragam hias geometris jejak naga. Terlukis delapan jari naga. Motif naga ini pada umumnya diturunkan dari lukisan naga pada keramik Cina. Ceritera Cina lukisan jari-jari naga mengandung pertanda baik.
Utang Rempe Sikka
Rempe Sikka kelang Utang Naga Lalang
12. Utang Mawarani
Adalah sarung motif bintang kejora yang melambangkan harapan dan keberuntungan bagi keluarga. Filosfis dasarnya adalah bintang kejora selalu menjadi pedoman dan petunjuk bagi pelaut utuk berlayar saat malam dan bagi petani ketika menjelang pagi untuk ke kebun.
13. Utang nenan merak
Yaitu jenis sarung dengan penataan warna merah hati ayam yang dominan, hasil karya seniwati Krowe Tana Ai di bagian timur Kabupaten Sikka.Sarung ini ditatai ragam hias geometris bela ketupattemu sisi, melambangkan binatang rayap temu sisi, misalnya kadal, tokek.
14. Nai
Adalah sarung hasil karya seniwati Palue. Penataan sarung ini adalah adalah ragam hias geometris kecil-kecil tetapi rapi dan segar. Ragam hias utamanya bela ketupat, segi tiga kecil, sisir, blok-blok. Pada umumnya ragtam hias geometris ini suatu penggayaan motif binatang yaitu tokek, kadal, buaya.
Sarung Nai Wanita
Sarung Nai Pria
15. Lipa Prenggi
Lipa prenggi merupakan karya tenunan ikat seniwati Sikka untuk kaum pria masyarakat Sikka Krowe yang bernilai estetika tinggi.Suatu kebanggaan bagi para pemuda dan kaum tua kala mengenakan lipa prenggi pada moment-moment penting misalnya pernikahan, upacara adat, penyambutan tamu dan seremoni-seremoni lainnya. Lipa prenggi di Sikka dipengaruhi oleh budaya india seiring dengan perkembangan kain patola di wilayah Nusa Tenggara.
Salah satu aspek kebudayaan Sikka yang menonjol adalah seni tenun ikat. Bagi para penenun / seniwati Sikka, seni tenun adalah sebuah faktor pengembang daya kreasi mereka. Seperti umumnya wilayah-wilayah di Pulau Flores, seni tenun Sikka memiliki berbagai motif dan ragam hias geometris. Disamping sebagai sebuah seni, Motif dan ragam hias geometris pada tenunan ikat memiliki nilai religio magi yang didasarkan pada pola pikir dan tatakepercayaan serta tata kebiasaan nenek moyang sehingga memiliki kekuatan suci dan sakti dengan dasar spiritual yang kuat ( P. Sareng Orin Bao ( Pater Piet Petu, SVD ) Dalam Buku “ Seni Tenun Suatu Segi Kebudayaan Orang Flores ” ). Dengan keyakinan bahwa tenunan ikat adalah kegiatan religius melalui pemilihan motif dan ragam hias, maka tenunan ikat diyakini memiliki daya sakti luar biasa walaupun tidak masuk akal.
Motif yang ditonjolkan dalam tenunan pada dasarnya adalah lukisan - lukisan yang serupa dengan bentuk benda yang dilukiskan, yaitu manusia, binatang, dan tumbuhan yang memiliki nilai religio magi. Sedangkan ragam rias geometris adalah unsur baru yang memperkaya motif tenunan, yang merupakan unsur dekoratif yang menonjolkan segi estetis untuk memperindah tenunan. Ragam geometris yang dipadukan dengan motif tenunan biasanya berupa bentuk kotak-kotak, gambar matahari atau bintang.
Untuk memperkukuh tanggapan sekitar aspek religio - magi dalam seni tenun, dikemukakan lagi pendapat ilmiah dari Drs. Mahjunir sebagai berikut :
Semakin jauh kita menalaah sejarah kebudayaan umat manusia, semakin besar pula tingkat hidup mereka terbungkus oleh religio-magi berupa tanggapan-tanggapan bahwa setiap benda mempunyai kekuatan magi tertentu. ( Drs. Mahjunir. Antropologi, 1967, hal 182 ). Dengan demikian jika menyebut alat-alat kebudayaan material seperti kain sarung, gong, kris, maka sebenarnya alat-alat itu adalah alat - alat religio - magi.
Tenun ikat masyarakat Kabupaten Sikka merupakan tenunan asli yang bermutu tinggi dengan nilai spiritual yang tinggi. Kain tenunan ( sarung ) dalam masyarakat Sikka Krowe dikategorikan dalam 2 kelompok, yaitu utang, yang diperuntukan bagi kaum perempuan, dan lipa, untuk kaum pria. Umumnya tenunan ikat ini dikerjakan oleh kaum perempuan atau para seniwati yang memiliki keahlian yang tinggi yang diwarisi secara turun temurun. Secara tradisional tenunan ikat ini terbuat dari benang kapas pohon dengan melewati proses kerja yang panjang dan membutuhkan waktu yang lama. Proses pengerjaannya menggunakan berbagai jenis alat kerja tradisional sesuai dengan tahapan dan fungsinya. Alat kerja yang digunakan dalam pembuatan tenunan ikat ini adalah hasil kreasi seniman lokal yang memiliki unsur dan nilai artistik yang berkualitas dan menunjukan tingkat peradaban budaya leluhur yang tinggi. Setiap alat dan tahapan kerja selalu menggunakan istilah khusus dalam bahasa Sikka.
Secara filosofis kultural tenunan ikat sangat menyatu dengan masyarakat Sikka Krowe. Tidak mengherankan pada saat anak perempuan memasuki rumah tangga selalu ada pesan-pesan kultural dalam bentuk syair adat seperti ini :
Au du’a ba’a gi’it meti lepo
Du’a deri jata kapa, jata kiok manu koko,
Du’a deri moru lorung, tuang rek wilo-walong,
Moru beli la’ing meng,
Lopa ‘utang biha kletang beta.
terjemahan bebas artinya :
Ibu memintal benang saat ayam berkokok
Menenun sarung dengan alat tenun yang baik
Untuk suami dan anak
Semoga sarung tidak rabik
Lampin tidak putus.
( Syair adat tentang tanggung jawab seorang ibu dalam rumah tangga / keluarga )
Berikut akan diuraikan tahapan dan cara kerja tenunan ikat Sikka beserta ragam motif sarung yang dominan di Kabupaten Sikka.
A. Mengenal pohon kapas
Pohon kapas sudah dikenal masyarakat dunia Sejak berabad-abad lalu. Sejakpohon kapas ditanam dan dipelihara oleh masyarakat Kabupaten Sikka dari dahulu kala daripadanya mulai dikerjakan benang tenun dan tenunan. Masyarakat Sikka Krowe mengenal pohon kapas dengan sebutan‘ai kapa dan biji kapas disebut kapa werang. Menanam biji kapas disebut nona kapa. Bila pohon kapas berbuah disebut kapa wuang. Saat buah kapas sudah tua dan kering disebut kapa du’ur. Memetik kapas disebut pupu kapa. Mengeluarkan putih kapas dari kulitnya disebut Huwe kapa.
Masyarakat Kabupaten Sikka tidak mengerjakan kebun kapas secara khusus, kapas ditanam saja di antara tanaman ladang. Pohon kapas hanya menghasilkan selama satu musim, yaitu musim kemarau. Setelah kehabisan daya berbuah, maka pohon kapas akan kering lalu mati.
B. Tahapan dan cara mengerjakan
Tahap dan cara pengerjaan tenunan ikat adalah sebagai berikut :
1. Namit Kapa dan Ngeung Kapa
Namit kapa dan ngeung kapa adalah proses menggencet biji kapas atau mengeluarkan biji kapas. Namit kapa adalah proses mengeluarkan biji kapas dengan jari tangan. Sedangkan Ngeung kapa adalah menggencet atau mengeluarkan biji kapas menggunakan alat yang disebut Ngeung atau keho.
Ket Foto 1. Namit Kapa dan Ngeung Kapa
2. Wera Kapa / Tutu Kapa
Memukul - mukul dan membolak - balikan kapas agar kapas menjadi lembek sehingga mudah dibersihkan dari kotoran. Cara kerja ini dilakukan secara gotong - royong oleh wanita-wanita. Wera kapa dilakukan di tikar yang dialasi dengan daun pisang kering agar tikar tidak kena tanah dan kotor.
3. Po’ok Kapa
Yaitu memotong dan membagi-bagi kapas yang bersih dalam onggok besar dan kecil.
4. Lepet Kapa
Melipat kapas yang bersih dalam bentuk persegi empat.
5. Ogor Kapa
Membuat gulungan-gulungan kapas yang berukuran sebesar ibu jari orang dewasa. Panjang gulungan antara 10 -12 cm. Gulungan - gulungan ini digunakan saat memintal benang.
Ket Foto 5. Ogor Kapa
6. Jata Kapa
Jata kapa adalah proses memintal benang kapas dengan menggunakan alat kerja yang disebut jata. Pekerjaan memintal dilakukan para seniwati dengan keterampilan dan dedikasi yang tinggi. Keahlian dan dedikasi mereka ini disanjung dengan ungkapan syair indah sebagai berikut :
Du’a ata nulung
Jata kiok manu koko
Tawang du’a baimuring
Hogor matang kokong bowo
artinya :
Hebatnya wanita zaman dulu
Menggiatkan jantra kala ayam berkokok
Menyesalkan wanita zaman kini
Bangun tidur mata membengkak
Syair ini tidak saja memuji dedikasi kerja kaum wanita zaman dulu, tapi juga mencela sikap acuh tak acuh dari wanita zaman sekarang dalam kerja memintal benang, sertalebih bermental rekreasional dan santai.
7. Plihur Kapa / Wolot Kapa
Yaitu memutar-mutar benang kapas hasil memintal dalam bentuk gelendong atau wolot. Alat yang digunanakan disebut ‘ai wolot.
8. Go’ang Perung
Adalah proses merentangkan benang secara teratur pada alat perentang yang disebut daong. Pekerjaan go’ang dilakukan oleh dua orang ibu dengan saling memberi dan menerima benang gelendong (wolot). Pekerjaan ini diteruskan sampai selesai untuk dimulai proses ikat.
9. Pete Perung
Ialah menata motif dan ragam hias geometris pada benang yang direntangkan dengan cara mengikat berdasarkan jenis motif yang dipilih. Bahan ikat yang digunakan adalah tebuk atau daun gewang yang sudah tua dan kering. Pilihan tebuk sebagai bahan ikat karena daun ini jenis bahan yang kuat dan awet saat terkena air sehingga tidak merembes pada saat pewarnaan. Ketrampilan mengikat dilakukan oleh ibu - ibu dengan tingkat keahliaan yang tinggi serta daya ketelitian dan konsentrasi yang hebat, karena dari ikatan ini akan melahirkan bentuk, serta motif dan ragam geometris sarung yang indah dan berkualitas setelah tenun.
10. Koja Gelo
Adalah proses pewarnaan benang dengan cara mencelupkan benang dalam adukan minyak kenari dan minyak kemiri agar benang tetap awet. Pada tahap koja gelo warna benang akan menjadi putih pucat. Setelah dikeringkan benang ini akan disimpan lama dalam tempat khusus dianyam dari daun lontar yang disebut sodu hora.
11. Hewor Bur Loba
Adalah proses pewarnaan lanjutan dimana benang akan dicelupkan pada larutan akar mengkudu yang dicampur dengan kuning loba, semacam tepung dari jenis semak berwarna kuning keras dan melarut. Proses pewarnaan dengan larutan mengkudu akan menghasilkan benang yang berwarna alamiah merah mengkudu.
12. Ebor Tarung
Adalah proses pewarnaan menggunakan larutan nila dengan cara benang dicelupkan atau direndam dalam periuk tanah yang sudah diisi dengan daun dan ranting muda nila secukupnya. Proses ini akan menghasilkan benang berwarna hijau atau da’ang linok, jika dicelupkan pada larutan sari biru nila.Untuk menghasilkan warna hitamdigunakan zat nila hitam.
13. La’a Waler dan Wiha Perung
Adalah membuka ikatan (la’a waler) dan menguraikan benang (wiha perung) yang sudah diproses pewarnaannya. Pada tahap ini akan sangat kelihatan warna-warni benang dengan motif dan ragam hias geometrisnya.
14. Sipe Perung
Selanjutnya sipe perung, yaitu benang yang sudah dibuka dan diurai dipasang pada daong widong atau bingkai perentang, lalu diklem dengan rautan bambu untuk menjaga bentuk asli dari motif dan ragam hias geometris.
15. Gahi Ara / Gahi Mage
Adalah campuran nasi dan lumatan asam yang dimasak agak lengket yang dioles pada benang sesudah diklem atau sipe agar benang tetap tegang dan kuat.
16. Loru Utang
Loru utang adalah proses menenun untuk menghasilkan sebuah tenunan ikat atau sarung. Tahapan menenun dilakukan secara profesional oleh para penenun dengan tingkat konsentrasi dan penuh hati-hati. Proses menenun dilakukan dengan seperangkat alat kerja tradisional yang komplit, terdiri dari ‘ai lorung, pine, pati, ekur, boleng, dan legung.
C. Jenis sarung / tenunan ikat Kabupaten Sikka
1. Utang Moko
Yaitu tenunan ikat yang memiliki warna dominan hitam nila, dan ditata dengan beberapa jenis ragam rias geometris.
2. Utang Atabiang
Adalah jenis sarung ikat dengan selang-seling motifskematis manusia laki-laki dan perempuan sebagai lambang suami istri dan lambang kesuburan.
3. Utang Jarang Atabiang
Jenis sarung hitam nila dengan motif kuda dan manusia, dimana manusia mengendarai atau berdiri di samping kuda hendak menunggang. Penataan ini sejalan dengan kepercayaan nenek moyang, dimana kuda dianggap sebagai kendaraan yang menjemput arwah-arwah untuk membawanya ke alam baka.
4. Utang Korasang Manuwalu
Adalah sarung yang bermotifkan jantung atau hati dan 8 ayam.Kata korasang adalah sebuah kosa kata Portugis, dari kata coracao, yang artinya jantung atau hati yang melambangkan cinta. Pada motif ini ditampilkan dua pasang ayam jantan dan betina tatap muka bertemu kaki, dimana tiap ayam dewasa mencotok sesuatu untuk memberi makan kepada anak ayam belum dewasa. Disamping itu ada dua anak ayam remaja berada dibelakang ayam dewasa jantan dan betina, pertanda akan meninggalkan induk tanda dewasa. Lukisan ini mempunyai nilai pedagogis, dimana ditampilkan dedikasi yang besar orang tua bagi anak-anak dalam pengawasan dan perlindungan. Sedangkan bagi anak yang dewasa dibutuhkan sikap bijak dan lunak.
5. Utang Lea Manu Kesik
Adalah sarung bermotif ayam kecil. Motif - motif menggambarkan pasangan ayam, satu membuahi yang lain. Sarung ini melambangkan kesuburan.
6. Utang Manu Dading
Sarung dengan motif ayam sambung-menyambung. Pola ini dibentuk dari pasangan 12 ayam. Dilukiskan empat pasangan 8 ayam di mana ayam jantan mengulur paru mencotoki yang betina, sedangkan ayam betina membelakangi. Lukisan ini melambangkan prinsip hidup suami istri.
7. Utang Korasang Doberadu
Adalah jenis sarung dengan pengaruh portugis. Istilah korasang berasal dari kosa kata Portugis, coracao, yang artinya jantung atau hati, sedangkan doberadu yang juga istilah Portugis, yang artinya terpecah atau berlipat-lipat. Pada motif ini terdapat 8 ekor ayam temu kaki dan hadap muka, memandang ke satu benda berbentuk bela ketupat kecil. Motif ini mengandung pesan positif dan negatif dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri. Apabila suami istri saling hidup teratur, mencintai dan menghargai maka akan mendatangkan kesuburan dan kebahagiaan. Jika sebaliknya maka akan mendatangkan perpecahan.
8. Utang Kelang Agi Pelikanu
Adalah jenis sarung hitam nila dengan motif lukisan pohon dan burung. Nama burung agi atau manu agi merupakan jenis burung khas Sikka Krowe yang dianggap angker, sedangkan pelikanu adalah pengaruh Portugis,Pelicano, yaitu jenis burung suci pelambang Kristus dan khas kristiani. Lukisan ini menampilkan suatu inkulturasi Kristiani. Dalam lukisan simbolik kristen, pelikan ditampilkan sementara menyuapi anak-anaknya yang kelaparan. Jadi pelikanu melambangkan cinta kasih ilahi Kristus yang berkorban bagi manusia.Pada dasarnya motif figuratif malaekat, burung disebut kelang surat atau kelang suster, merupakan ciri inkulturasi kristen hasil pekerjaan tangan seniwati tamatan susteran Lela.
9. Utang Sese We’or
Yaitu sarung bermotif burung murai, berwarna hitam nila. Motif-motif burung dilukiskan berpasang, dan sili berganti jantan betina berhadap muka. Motif ini melukiskan tata kehidupan yang rukun dan produktif bagi laki-laki dan perempuan atau suami istri.
10. Utang Bola
Adalah nama sarung ikat seniwati Bola. Sarung ini kategori sarung hitam nila. Pola sarung terdiri dari ragam rias geometri bela ketupat bersisi 6 dalam satu persegi empat.
11. Utang rempe Sikka
Rempe Sikka merupakan jenis sarung paling bermutu yang dikerjakan dengan dedikasi besar oleh seniwati dan dihiasi mewah. Sarung ini menggunakan penataan warna merah mengkudu. Sarung rempe Sikka terdiri dari beberapa jenis, yaitu Rempe Sikka kelang medeng, yang menggunakan motif sulur tumbuhan dengan lingkaran yang dibina oleh empat diagonal yang tidak kena- mengena. Kata medeng adalah sebutan dari kata Jawa medem, yang artinya kuntum yang hampir merekah.
Utang naga lalang, yaitu sarung dengan ragam hias geometris jejak naga. Terlukis delapan jari naga. Motif naga ini pada umumnya diturunkan dari lukisan naga pada keramik Cina. Ceritera Cina lukisan jari-jari naga mengandung pertanda baik.
Utang Rempe Sikka
Rempe Sikka kelang Utang Naga Lalang
12. Utang Mawarani
Adalah sarung motif bintang kejora yang melambangkan harapan dan keberuntungan bagi keluarga. Filosfis dasarnya adalah bintang kejora selalu menjadi pedoman dan petunjuk bagi pelaut utuk berlayar saat malam dan bagi petani ketika menjelang pagi untuk ke kebun.
13. Utang nenan merak
Yaitu jenis sarung dengan penataan warna merah hati ayam yang dominan, hasil karya seniwati Krowe Tana Ai di bagian timur Kabupaten Sikka.Sarung ini ditatai ragam hias geometris bela ketupattemu sisi, melambangkan binatang rayap temu sisi, misalnya kadal, tokek.
14. Nai
Adalah sarung hasil karya seniwati Palue. Penataan sarung ini adalah adalah ragam hias geometris kecil-kecil tetapi rapi dan segar. Ragam hias utamanya bela ketupat, segi tiga kecil, sisir, blok-blok. Pada umumnya ragtam hias geometris ini suatu penggayaan motif binatang yaitu tokek, kadal, buaya.
Sarung Nai Wanita
Sarung Nai Pria
15. Lipa Prenggi
Lipa prenggi merupakan karya tenunan ikat seniwati Sikka untuk kaum pria masyarakat Sikka Krowe yang bernilai estetika tinggi.Suatu kebanggaan bagi para pemuda dan kaum tua kala mengenakan lipa prenggi pada moment-moment penting misalnya pernikahan, upacara adat, penyambutan tamu dan seremoni-seremoni lainnya. Lipa prenggi di Sikka dipengaruhi oleh budaya india seiring dengan perkembangan kain patola di wilayah Nusa Tenggara.
D. Alat Kerja Tenunan Ikat
slot demo
https://sukoharjo.kemenag.go.id/wp-content/-/gacorx/
https://e-lab.kampusmelayu.ac.id/public/upload/-/
Slot Gacor Slot Gacor Slot Gacor Slot Gacor Slot Gacor https://pa-barru.go.id/kasus/ https://sman53jkt.sch.id/53/